Wednesday, March 22, 2006

Merenung ……

Hmff!!!
Gak bisa konsen nih ngerjain MAXIMO, dah di bela2in bawa kerjaan pulang, tetep aja mata ini gak mau beralih dari layer kaca. Entah menyaksikan film, entah menyaksikan musik, entah menyaksikan berita ….


Man!
Menyaksikan seorang gadis kecil berusia 9 thn yang harus meninggalkan keluarganya di kampung menuju Jakarta untuk menjadi seorang penyemir sepatu, membuatku meneteskan air mata….
Dimana aku saat seusia dia?
Sedang belajar dengan nyaman di bangku sekolah ku?
Sedang menikmati tidur siangku setelah kenyang melahap makan siang bersama keluarga?
Sedang membelanjakan uang pemberian orang tua untuk mendapatkan kaset artis kesayangan ku?
Atau sedang merayu orang tua untuk merayakan ulang tahun ku …………..
Aku seharus nya malu, bahkan hingga setua ini aku masih belum bisa menunjukan tanggung jawab sebesar itu kepada keluarga ku.
Aku seharusnya malu, saat aku lebih memilih untuk membelanjakan beberapa ratus ribu untuk sepasang sepatu dibandingkan mengirimkannya untuk orang tua ku ….
No! aku gak sedang menyalahkan orang2 yang menikmati kehidupannya, meskipun untuk membeli segelas kopi mereka mengeluarkan sejumlah uang yang jauh lebih besar dibandingkan UMR …. Tidak, aku tidak akan menyalahkan itu, karena setiap orang memiliki perjuangan nya sendiri dan berhak menikmati hasil nya. Namun …..
Kemampuan untuk membuat pilihan dan menentukan sikap yang didasari kesadaran akan tanggung jawab terhadap hal yang penting dalam hidup ku, itu lah yang ingin aku miliki.


God!
Akan jadi seperti apa nasib nya kelak…..
Seorang anak yang kehilangan tangan kanan dan alat kelamin nya akibat tersengat sutet, kembali menumpahkan air mata ku.
Mampukah orang tua nya yang pemulung itu mempersiapkan dirinya untuk survive di kehidupan ini?
Mampukah dirinya bertahan dari keterpurukan dan keinginan untuk mengasihani diri sendiri?
Akan kah dia menyerah kepada keadaan dan akhirnya pasrah saat kecacatannya di eksploitasi demi sesuap nasi?
Akan kah ada yang sukup perduli untuk mempersiapkan masa depannya?
Wajahnya yang tidak menunjukan kesedihan……
entah karena dia tegar menerima keadaannya saat ini ……. Atau…..
Justru karena dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi padanya …… atau……
Karena dia belum memahami tantangan apa yang akan dia hadapi kelak.
Seandainya saja dia berada di Negara yang perduli akan hak – hak warganya, tidak akan ada tower sutet yang dibiarkan gundul tanpa pagar pengaman dan papan peringatan sehingga seorang anak kecil yang buta akan bahaya nya nekat memanjat tower itu untuk menghindari kejaran seekor musang. Apalah artinya di gigit seekor musang dibandingkan kecacatan permanent yang dia alami sekarang ini….
Seandainya hukum di Negara ini berpihak kepada warganya, tidak akan ada keresahan orang tua memikirkan biaya operasi yang harus di hadapi, tidak akan pula khawatir memikirkan bagai mana sang anak akan mencari nafkah kelak ………..
karena hukum itu tidak akan membiarkan PLN melenggang seenaknya setelah memberikan batuan sekedarnya yang untuk membayar biaya pengobatan pun tidak mencukupi.
Hukum akan membuat PLN menjamin kelangsungan masa depan si anak…..
Seandainya culture yang ada di masyarakat kita memandang semua orang dalam kesetaraan, tanpa memberikan paradigma bahwa orang cacat hanya membebani orang – orang di sekitarnya. Tentu dia tidak perlu khawatir akan tersingkir dari lingkungan masyarakatnya. Dia tidak perlu khawatir akan di tolak di sekolah umum karena ketidak mampuanya. Dia tidak perlu khawatir akan menjadi pengangguran …..
Teringat akan sekelompok orang buta yang setiap malam keliling di komplek perumahan ku, memperdengarkan dentingan benturan tongkat dan aspal jalanan yang mereka lalui……
Orang buta selalu identik dengan tukang pijat, pengemis, pengamen ….. apakah ada yang salah kalau orang buta menjadi pengacara, menjadi politikus, menjadi seoranng professional?
Some times I just wondering, who will take care of them? Siapa yang akan melakukan hal – hal yang membutuhkan penglihatan untuk mereka? Siapa yang akan menjadi mata bagi mereka?
Dan …… siapa yang akan mencintai dan menjadi pasangan hidup mereka? Yang akan menerima mereka apa adanya dan selalu memandang mereka sama normalnya dengan yang
Hmmmmm….. aku teringat akan pasangan tuna netra yang aku temui di rumah sakit. Untuk menuju ruangan dokter pun mereka mengalami kesulitan. Namun rona bahagia di wajah mereka sangat jelas.
Mementalkan pemikiran ku selama ini kalau orang buta tidak dapat menikmati indah nya hidup, karena ketidak mampuan mereka melihat, karena dunia mereka yang selalu gelap ….
Ternyata aku salah!
Aku salah telah mengukur kebahagiaan mereka dengan takaran ku, aku salah karena menganggap kebahagiaan berawal dari mata, berasal dari keindahan warna, kesempurnaan bentuk ………
Aku lupa bahwa mereka menikmati hidup, menikmati dunia dengan cara mereka sendiri. Mata digantikan oleh pendengaran yang peka, kemampuan membedakan suara yang sangat sensitif, perasaan yang sangat tajam, bahkan lebih tajam dari penglihatan.


****!
Aku masih tidak mampu menyaksikan rekaman kerusuhan di abepura itu!
Sudah seminggu ini aku berusaha menyaksikannya, namun tanganku selalu memindah channel TV…..
Aku tidak mampu menyaksikan bangsa ku saling membunuh secara brutal ….
Tidak mampu menyaksikan adegan yang meskipun masih kalah sadis dibandingkan film2 yg beredar ….. namun karena aku tau hal ini nyata, tau ada nyawa yang dihilangkan pada adegan itu ….


Whoaaaammm!
Aku ngantuk bgt …..
sudahlah, MAXIMO ini aku lanjutkan besok saja……

0 Comments:

Post a Comment

<< Home